SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
1. Pengertian
Sejarah
singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer,
yang pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan
yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang
Australia bernama Alan Walsh di tahun 1950. Sebelumnya ahli kimia
banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode spektrografik.
Beberapa cara ini dianggap sulit dan memakan banyak waktu, kemudian kedua
metode tersebut segera diagantikan dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Spektrometri
Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk
penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan
penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam
keadaan bebas. Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah.
Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi
emisi konvensional. Memang selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur
dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala,
akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy
eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang
gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang
gelombang 200-300 nm. (Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih
disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode).
Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature
nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala
berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan
komplementer satu sama lainnya.
Secara umum, komponen-komponen spektrometer
serapan atom (SSA) adalah sama dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai
komponen yang terdiri dari sumber cahaya, tempat sample, monokromator, dan
detektor. Analisa sample di lakukan melalui pengukuran absorbansi sebagai
fungsi konsentrasi standard dan menggunakan hukum Beer untuk menentukan
konsentrasi sample yang tidak diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama,
akan tetapi sumber cahaya dan tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki
karakteristik yang sangat berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri
molekul (misal: UV/Vis).
Metode
AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya
tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Misalkan Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium
pada 766,5 nm.
Cahaya pada gelombang ini mempunyai
cukup energiuntukmengubah tingkat energy elektronik suatu atom. Dengan absorpsi
energy, berarti memperoleh lebih banyak energy, suatu atom pada keadaan dasar
dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya
pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor atom 11 mempunyai konfigurasi
electron 1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat
dasar untuk electron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energy.
Elektronini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energy 2,2 eV ataupun
ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang
gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang
gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan intensitas
maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis
resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari
eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila
cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang
mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan
diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom
bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi
diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya
ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar
tersebut.
Skema Spektrofotometer Serapan Atom
Keterangan :
- Sumber
Radiasi
- Burner
- Monokromator
- Detektor
- Amplifier
- Display
(Readout)
2. Prinsip Kerja Spektrometri Serapan Atom (AAS)
Teknik
analisis AAS didasarkan pada
penguraian molekul senyawa logam
menjadi atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus listrik .
Atom dalam keadaan dasar tersebut kemudian dilewati sinar dari sebuah lampu
khusus sehingga terjadi penyerapan sebagian sinar, sinar yang tidak diserap
akan ditransmisikan ke detektor, sehingga jumlah sinar yang diserap sebanding
dengan konsentrasi ion logam dalam sampel.
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu:
§ Unit atomisasi (atomisasi dengan
nyala dan tanpa nyala)
§ Sumber radiasi
§ Sistem pengukur fotometri
Jenis-jenis
nyala
Ada 3 jenis nyala dalam spektrometri
serapan atom yaitu:
·
Udara– Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800°C) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800°C) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
·
Udara– Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300°C yang dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300°C yang dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
·
Nitrous oksida – Asetilen
Jenis nyala ini paling panas (3000°C), dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.
Jenis nyala ini paling panas (3000°C), dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.
3. Instrumen dan Alat
Untuk
menganalisis sampel, sampel tersebut harus diatomisasi. Sampel kemudian harus
diterangi oleh cahaya. Cahaya yang ditransmisikan kemudian diukur oleh detector
tertentu.
Sebuah sampel cairan biasanya berubah menjadi gas atom
melalui tiga langkah:
§ Desolvation (pengeringan) – larutan
pelarut menguap, dan sampel kering tetap
§ Penguapan – sampel padat berubah
menjadi gas
§ Atomisasi – senyawa berbentuk gas
berubah menjadi atom bebas.
4. Bagian-Bagian pada AAS
- Lampu Katoda
Lampu
katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur
logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi.
Sumber radiasi yang dipilih memiliki
lebar spectrum sempit dibandingkan dengan transisi atom. Lampu katoda Hollow
adalah sumber radiasi yang paling umum dalam spekstroskopi serapan atom. Lampu
katoda hollow berisi gas argon atau neon, silinder katoda logam mengandung
logam untuk mengeksitasi sampel. Ketika tegangan yang diberikan pada lampu
meningkat, maka ion gas mendapatkan energy yang cukup untuk mengeluarkan atom
logam dari katoda. Atom yang tereksitasi akan kembali ke keadaan dasar
dan mengemisikan cahaya sesuai dengan frekuensi karakteristik logam.
2.
Tabung Gas
Tabung
gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas
asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang
berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran
suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada
di dalam tabung.
3.
Ducting
Ducting
merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada
AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap
bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan
sekitar.
4.
Kompresor
Kompresor merupakan alat yang
terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan
udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom .
5.
Burner
Burner
merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi
sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata,
dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada
pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari
proses pengatomisasian nyala api.
6.
Buangan pada AAS
Buangan
pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan
dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar
sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi
dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel,
sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan
(drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator.
Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses
pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala
api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan
tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat
kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
7.
Monokromator
Monokromator
pada AAS memiliki fungsi yang sama seperti pada spektrofotometer biasa, yakni
untuk mengubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis. Sinar yang ditransmisikan dari penyerapan oleh atom akan melalui
monokromator, lalu dipecah menjadi sinar monokromatis Macam-macam
monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah
UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
8.
Detector
Detektor
dalam AAS berfungsi untuk mengubah sinar yang ditransmisikan menjadi bentuk
sinyal listrik, sinyal listrik ini akan dibaca sebagai absorbans. Detektor yang digunakan dalam AAS biasanya merupakan detektor Photomultiplier.
Ada dua macam detektor sebagai berikut:
-
Detector Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan
efek fotolistrik, dalam halini setiap foton akan membebaskan elektron (satu
foton satu electron) dari bahan yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton
dapat berupa Si/Ga, Ga/As, Cs/Na.
-
Detector Infra Merah dan Detector Panas
Detector infra merah yang lazim adalah termokopel.
Efek termolistrik akan timbul jika dua logam yang memiliki temperatur berbeda
disambung jadi satu.
5. Metode Analisis
Adatiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis
secara spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah:
- Metode
Standar Tunggal
Metode ini sangat praktis karena hanya menggunakan
satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi
larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan
spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Sehingga,
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp =
(Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar,
konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
2. Metode kurva kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar
dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan
AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi(C) dengan
absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang melewati titik nol dengan slobe
= atau = a.b. konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi
larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau
dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan
program regresi linewar pada kurvakalibrasi.
3. Metode adisi standar
Metode ini dipakai secara luas karena mampu
meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan
(matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume
tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan
sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya
ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar tertentu dan
diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku
hal-hal berikut:
Ax = k.Ck
AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx =
konsentrasi zat sampel
Cs =
konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax =
absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT =
absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs
+ {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung
dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri
penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara AT lawan Cs garis lurus
yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
Salah satu penggunaan dari alat spektrofotometri
serapan atom adalah untuk metode pengambilan sampel dan analisis kandungan
logam Pb di udara. Secara umum pertikulat yang terdapat diudara adalah sebuah
sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel cair dengan tekanan
uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 – 100 μm.
6. Keuntungan
dan Kelemahan Metode AAS
Keuntungan
metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas
deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang
berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung
dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas
kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).
Sedangkan
kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat
menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila
atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada
panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.
7.
Gangguan-gangguan dalam metode AAS
1. Gangguan kimia
Gangguan
kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion
atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua
analiti dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat
kimia lain yang dapat melepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya
dengan analit. Zat kimia lai yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing
Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
2. Gangguang Matrik
Gangguan
ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau bila pelarut
yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala
untuk larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis
kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis
kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat
digunakan cara analisis penambahan standar (Standar Adisi).
3. Gangguan Ionisasi
Gangguan
ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan
electron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini
mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga.
Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur
yang mudah diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang
dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan ini dapat mencapai 100-2000
ppm.
4. Absorpsi Latar Belakang (Back
Ground)
Absorbsi
Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi
molecular, dan penghamburan cahaya.
5. Gangguan spektra
Gangguan spektra terjadi bila panjang gelombang (atomic line) dari
unsur yang diperiksa berimpit dengan panjang gelombang dari atom atau molekul
lain yang terdapat dalam larutan yang diperiksa, sehingga pemisahan dengan
monokromator sulit dilakukan. Hal ini diatasi dengan melakukan metode adisi
standar. Efek dari emisi nyala pada AAS dapat dicegah dengan memodulasi sumber
cahaya.
6. Gangguan Fisika
Gangguan fisika adalah gangguan berupa perbedaan sifat fisika dari larutan
sampel dan standar, contohnya perbedaan kekentalan yang mengakibatkan perbedaan
laju nebulisasi. Efek ini dihilangkan dengan memakai pelarut organik, pelarut organik mempercepat penyemprotan (kekentalannya
rendah), mudah menguap, mengurangi penurunan suhu nyala.
0 komentar:
Posting Komentar