Kamis, 02 Agustus 2012

Ringkasan UURI NO 13 Tahun 2003 Bab 12 & 13



BAB XII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Pasal 150

Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 151

(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala
     upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetu-juan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 152

(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.
(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).
(3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
Pasal 153

(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja/buruh menikah;
e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
  bayinya;
f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
h. pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
     perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pasal 154

Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal :
a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara
tertulis sebelumnya;
b. pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan
sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d. pekerja/buruh meninggal dunia.

Pasal 155

(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3)batal demi hukum.
(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
(3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

Pasal 156

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan
    upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan
   upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan
   upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan
  upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan)
    bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      ditetapkan sebagai be-rikut :

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan
   upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan
   upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4
   (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5
   (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6
   (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu)
  tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat)
  tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana
    pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas
    perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang    
    memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
   kerja bersama.

(5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan   
    uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)    
    ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.



Pasal 157

(1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang  
     penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda,   
     terdiri atas :
a. upah pokok;
b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada
pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.
(2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka
penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari.
(3) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil,
potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan ratarata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.
(4) Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah
borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

Pasal 158

(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan
pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut :

a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang
milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam
keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.

(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut :

a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di  
    perusahaan  yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
    saksi.
(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 156 ayat (4).

(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan fungsinya tidak
mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 159

Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 160

(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak
pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut :

a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah.

(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam)
bulan takwin ter-hitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang
setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali.
(5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir
dan pekerja/ buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) dilakukan
tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
(7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan
kerja sebagai-mana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Pasal 161

(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk
paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 162

(1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak me-wakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat :
a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
(4) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa pene-tapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 163

(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-bahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
(2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia
menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).



Pasal 164

(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus
selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan   
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
Uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau
bukan
karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan
      ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat   
(3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 165

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena
perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 166

Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 167

(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun se-bagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha.
(3) Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang
iurannya/premi-nya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(6) Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ti-dak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 168

(1) Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara ter tulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
(2) Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.
(3) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh yang
bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 169

(1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :
a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang
     bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan
    berturut-turut atau lebih;
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan; atau
f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada   
perjanjian kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)  
      pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2),
     uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).
Pasal 170

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi keten-tuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.

Pasal 171

Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerja/buruh yang bersangkutan
tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat
mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.

Pasal 172

Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).

BAB XIII
PEMBINAAN

Pasal 173

(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketena-gakerjaan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mengikut-sertakan organisasi
pengusaha, seri-kat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2), dilaksanakan secara terpadu dan terko-ordinasi.
Pasal 174

Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi peng-usaha, serikat
pekerja/serikat buruh dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerja sama internasional di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 175

(1) Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah
 berjasa dalam pem-binaan ketenagakerjaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk piagam, uang, dan/atau bentuk lainnya.
                                         

LABEL ATAU SIMBOL BAHAYA


Label atau simbol bahaya bahan-bahan kimia serta cara penangan secara umum dapat diberikan sebagai berikut:
1.         Explosive (bersifat mudah meledak)

Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya „explosive“ dapat meledak dengan pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber nyala lain bahkan tanpa oksigen atmosferik. Ledakan akan dipicu oleh suatu reaksi keras dari bahan. Energi tinggi dilepaskan dengan propagasi gelombang udara yang bergerak sangat cepat. Resiko ledakan dapat ditentukan dengan metode yang diberikan dalam Law for Explosive Substances Di laboratorium, campuran senyawa pengoksidasi kuat dengan bahan mudah terbakar atau bahan pereduksi dapat meledak . Sebagai contoh, asam nitrat dapat menimbulkan ledakan jika bereaksi dengan beberapa solven seperti aseton, dietil eter, etanol, dll. Produksi atau bekerja dengan bahan mudah meledak memerlukan pengetahuan dan pengalaman praktis maupun keselamatan khusus. Apabila bekerja dengan bahan-bahan tersebut kuantitas harus dijaga sekecil/sedikit mungkin baik untuk penanganan maupun persediaan/cadangan. Frase-R untuk bahan mudah meledak : R1, R2 dan R3

 
               

2.         Oxidizing (pengoksidasi)

Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “oxidizing“ biasanya tidak mudah terbakar. Tetapi bila kontak dengan bahan mudah terbakar atau bahan sangat mudah terbakar mereka dapat meningkatkan resiko kebakaran secara signifikan. Dalam berbagai hal mereka adalah bahan anorganik seperti garam (salt-like) dengan sifat pengoksidasi kuat dan peroksida-peroksida organik. Frase-R untuk bahan pengoksidasi : R7, R8 dan R9.

  • Bahaya              : oksidator dapat membakar bahan lain, penyebab timbulnya api atau penyebab sulitnya pemadaman api
  • Contoh              : hidrogen peroksida, kalium perklorat
  • Keamanan         : hindari panas serta bahan mudah terbakar dan reduktor

3.         Flammable (mudah terbakar)


Jenis bahaya flammable dibagi menjadi dua yaitu Extremely flammable (amat sangat mudah terbakar) dan Highly flammable (sangat mudah terbakar. Untuk Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “extremely flammable “ merupakan likuid yang memiliki titik nyala sangat rendah (di bawah 0 0C) dan titik didih rendah dengan titik didih awal (di bawah +350C). Bahan amat sangat mudah terbakar berupa gas dengan udara dapat membentuk suatu campuran bersifat mudah meledak di bawah kondisi normal. Frase-R untuk bahan amat sangat mudah terbakar adalah R12. Sedangkan untuk Bahan dan formulasi ditandai dengan notasi bahaya ‘highly flammable’ adalah subyek untuk self-heating dan penyalaan di bawah kondisi atmosferik biasa, atau mereka mempunyai titik nyala rendah (di bawah +21 0C). Beberapa bahan sangat mudah terbakar menghasilkan gas yang amat sangat mudah terbakar di bawah pengaruh kelembaban. Bahan-bahan yang dapat menjadi panas di udara pada temperatur kamar tanpa tambahan pasokan energi dan akhirnya terbakar, juga diberi label sebagai ‘highly flammable’. Frase-R untuk bahan sangat mudah terbakar yaitu R11.


Bahaya  : mudah terbakar
Meliputi :
  1. zat terbakar langsung, contohnya aluminium alkil fosfor; keamanan : hindari campuran dengan udara.
  2. gas amat mudah terbakar. Contoh : butane, propane. Keamanan : hindari campuran dengan udara dan hindari sumber api.
  3. Zat sensitive terhadap air, yakni zat yang membentuk gas mudah terbakar bila kena air atau api.
  4. Cairan mudah terbakar, cairan dengan titik bakar di bawah 21°C. contoh : aseton dan benzene. Keamanan : jauhkan dari sumber api dan loncatan bunga api.

4.         Toxic (beracun)


Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ‘toxic’ dapat menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada konsentrasi sangat tinggi jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion), atau kontak dengan kulit.
Suatu bahan dikategorikan beracun jika memenuhi kriteria berikut:

LD50 oral (tikus)                                                             25 – 200 mg/kg berat badan
LD50 dermal (tikus atau kelinci)                                      50 – 400 mg/kg berat badan
LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu                     0,25 – 1 mg/L
LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap                             0,50 – 2 mg/L

Frase-R untuk bahan beracun yaitu R23, R24 dan R25

  • Bahaya              : toksik; berbahaya bagi kesehatan bila terhisap, tertelan atau kontak dengan kulit, dan dapat mematikan.
  • Contoh              : arsen triklorida, merkuri klorida
  • Kemananan       : hindari kontak atau masuk dalam tubuh, segera berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan.

5.         Harmful irritant (bahaya, iritasi)

Ada sedikit perbedaan pada symbol ini yaitu dibedakan dengan kode Xn dan Xi. Untuk Bahan dan formulasi yang ditandai dengan kode Xn memiliki resiko merusak kesehatan sedangkan jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion), atau kontak dengan kulit.

Suatu bahan dikategorikan berbahaya jika memenuhi kriteria berikut:

LD50 oral (tikus)                                                             200-2000 mg/kg berat badan
LD50 dermal (tikus atau kelinci)                                      400-2000 mg/kg berat badan
LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu                     1 – 5 mg/L
LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap                             2 – 20 mg/L

Frase-R untuk bahan berbahaya yaitu R20, R21 dan R22


Sedangkan Bahan dan formulasi dengan notasi ‘irritant’ atau kode Xi adalah tidak korosif tetapi dapat menyebabkan inflamasi jika kontak dengan kulit atau selaput lendir. Frase-R untuk bahan irritant yaitu R36, R37, R38 dan R41

Kode Xn (Harmful)
  • Bahaya              : menimbulkan kerusakan kecil pada tubuh,
  • Contoh              : peridin
  • Kemanan           : hindari kontak dengan tubuh atau hindari menghirup, segera berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan.
Kode Xi (irritant)
  • Bahaya              : iritasi terhadap kulit, mata, dan alat pernapasan
  • Contoh              : ammonia dan benzyl klorida
  • Keamanan         : hindari terhirup pernapasan, kontak dengan kulit dan mata.

6.         Corrosive (korosif)

Bahan dan formulasi dengan notasi ‘corrosive’ adalah merusak jaringan hidup. Jika suatu bahan merusak kesehatan dan kulit hewan uji atau sifat ini dapat diprediksi karena karakteristik kimia bahan uji, seperti asam (pH <2)>11,5), ditandai sebagai bahan korosif. Frase-R untuk bahan korosif yaitu R34 dan R35.


  • Bahaya              : korosif atau merusak jaringan tubuh manusia
  • Contoh              : klor, belerang dioksida
  • Keamanan         : hindari terhirup pernapasan, kontak dengan kulit dan mata

7.         Dangerous for Enviromental (Bahan berbahaya bagi lingkungan)

Bahan dan formulasi dengan notasi ‘dangerous for environment’ adalah dapat menyebabkan efek tiba-tiba atau dalam sela waktu tertentu pada satu kompartemen lingkungan atau lebih (air, tanah, udara, tanaman, mikroorganisma) dan menyebabkan gangguan ekologi. Frase-R untuk bahan berbahaya bagi lingkungan yaitu R50, R51, R52 dan R53.

  • Bahaya              : bagi lingkungan, gangguan ekologi
  • Contoh              : tributil timah klorida, tetraklorometan, petroleum bensin
  • Keamanan         : hindari pembuangan langsung ke lingkungan

SIMBOL BAHAYA DAN KLASIFIKASI BAHAN-BAHAN KIMIA
MENURUT PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (UNITED NATIONS)


1BAHAN MUDAH MELEDAK (EKSPLOSIF)
  
2 2.1 GAS MUDAH TERBAKAR
       2.2 GAS BERACUN
       2.3 GAS BERTEKANAN TIDAK 
             MUDAH  TERBAKAR
3BAHAN CAIR MUDAH TERBAKAR
3.1 Titik nyala : <-18°C
3.2 Titik nyala : -18°C - 23°C
3.3 Titik nyala : 23°C-61°C
44.1 BAHAN PADAT MUDAH   
            TERBAKAR
      4.2 BAHAN PADAT TERBAKAR 
            SPONTAN
      4.3 BAHAN BILA BASAH  
            MENGELUARKAN GAS MUDAH 
            TERBAKAR

55.1 BAHAN PENGOKSIDASI 
            (OKSIDATOR)
      5.2 BAHAN PENGOKSIDASI    
            ORGANIK

66.1 BAHAN BERACUN (POISON)
            MENGGANGU KESEHATAN     
            (HARMFUL)
      6.2 PENYEBAB INFEKSI ATAU 
            MENGANDUNG PENYAKIT

  

7BAHAN RADIOAKTIF, dengan tipe sesuai kecepatan dosis maksimum pada permukaan :
7.1 Radiasi = 0,5 mili roentgen/jam
7.2 Radiasi = sampai 50 mili roentjgen/jam
7.3 Radiasi = sampai 200 mili roentgjen/jam
8BAHAN KOROSIF



RANGKING
BAHAYA KESEHATAH (HEALTH)
(kotak kiri, biru)
BAHAYA KEBAKARAN(FIRE)
(Kotak atas, merah)
BAHAYA REAKTIVITAS (REACTIVITY)
(Kotak kanan, kuning)
4
Penyebab kematian, cedera fatal meskipun ada pertolongan
Segera menguap dalam keadaan normal dan dapat terbakar secara cepat.
Mudah meledak atau diledakkan, sensitif terhadap panas dan mekanik.
3
Berakibat serius pada keterpaan singkat, meskipun ada pertolongan.
Cair atau padat dinyatakan pada suhu biasa.
Mudah meldak tetapi memerlukan penyebab panas dantumbukan kuat.
2
Penyebab iritasi atau cedera ringan.
Perlu sedikit pemanasan sebelum bahan dapat dibakar.
Tidak stabil, bereaksi hebat tetapi tidak meledak.
1
Tidak berbahaya terhadap kesehtah meskipun kena panas(api)
Dapat dibakar, tetapi memerlukan pemanasan lebih dahulu.
Stabil pada suhu normal, tetapi tidak stabil pada suhu tinggi.
0

Bahan tidak dapat dibakar sama sekali.
Stabil, tidak reaktif, meskipun kena panas atau suhu tinggi.





Rabu, 01 Agustus 2012

Arti Kesetiaan



             Kisah nyata yang bagus sekali untuk contoh kita semua yang saya dapat dari millis sebelah (kisah ini pernah ditayangkan di MetroTV). Semoga kita dapat mengambil pelajaran.
Ini cerita nyata, beliau adalah Bp. Eko Pratomo Suyatno, Direktur Fortis Asset Management yg sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dlm memajukan industri Reksadana di Indonesia. Apa yg diutarakan beliau adalah sangat benar sekali. Silakan baca dan dihayati.
————————————————————————————————–
           Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak.
Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak keempat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga, seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja, dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.
Untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas waktu maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yg masih kuliah.
         Pada suatu hari, ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah, sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
         Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yg sulung berkata “Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu, tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”.
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-kata: “sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak. Kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”.
Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak-anaknya: “Anak-anakku… Jikalau perkawinan & hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah.. tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian. Sejenak kerongkongannya tersekat, kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat dihargai dengan apapun.”
“Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit.”
Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno, kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa.
Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio, kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru. Disitulah Pak Suyatno bercerita..” Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) itu adalah kesia-siaan”.
“Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu-lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama. Dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit…”
Hidup adalah Perjuangan tanpa henti-henti, tidak usah kau tangisi hari kemarin.

Template by:
Free Blog Templates