1. Pengertian
Sejarah
singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer,
yang pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan
yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang
Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia
banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode spektrografik.
Beberapa cara ini dianggap sulit dan memakan banyak waktu, kemudian kedua
metode tersebut segera diagantikan dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Spektrometri
Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk
penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan
penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam
keadaan bebas (Skooget al., 2000). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada
konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
metode spektroskopi emisi konvensional. Memang selain dengan metode serapan
atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan
fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur
dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada
panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada
panjang gelombang 200-300 nm (Skoog et al., 2000).Untuk analisis kualitatif,
metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu
katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat
utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi
sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode
fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Secara umum, komponen-komponen
spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya
mempunyai komponen yang terdiri dari sumber cahaya, tempat sample,
monokromator, dan detektor. Analisa sample di lakukan melalui pengukuran
absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan menggunakan hukum Beer untuk
menentukan konsentrasi sample yang tidak diketahui. Walaupun
komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan tempat sampel yang
digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari yang
digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis).
Metode
AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya
tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Misalkan Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium
pada 766,5 nm.
Cahaya pada gelombang ini mempunyai
cukup energiuntukmengubah tingkat energy elektronik suatu atom. Dengan absorpsi
energy, berarti memperoleh lebih banyak energy, suatu atom pada keadaan dasar
dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya
pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor atom 11 mempunyai konfigurasi
electron 1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat
dasar untuk electron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energy.
Elektron ini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energy 2,2 eV ataupun
ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang
gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang
gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan intensitas
maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis
resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari
eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila
cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung
atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap
dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas
logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi
diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu
sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang
diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas
sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya
konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
Dimana:
lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
= absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbans
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa
absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day &
Underwood, 1989).
Keterangan :
- Sumber Radiasi
- Burner
- Monokromator
- Detektor
- Amplifier
- Display (Readout)
2. Prinsip
Kerja Spektrometri Serapan Atom (AAS)
Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh
atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi
absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam
keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra
violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya
sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan.
Hukum
absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar
ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri
Serapan Atom (SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan
spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu:
§
Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa
nyala)
§
Sumber radiasi
§
Sistem pengukur fotometri
Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada absorpsi atom
sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu
seperti pada spektrometri molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut:
·
Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom
jauh lebih sempit dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul.
Jika sumber cahaya kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang diberikan oleh
monokromator jauh lebih lebar daripada pita absorpsi, sehingga banyak radiasi
yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang mengakibatkan
sensitifitas atau kepekaan SSA menjadi jelek.
·
Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak
terabsorpi oleh atom, maka sumber cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan
untuk menghasilkan energi yang besar di dalam daerah panjang gelombang yang
sangat sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif
dibandingkan detektor fotomultiplier biasa, akan tetapi di dalam prakteknya hal
ini tidak efektif sehingga tidak dilakukan.
Secara umum, hukum Beer tidak akan
dipenuhi kecuali jika pita emisi lebih sempit dari pita absorpsi. Hal ini
berarti bahwa semua panjang gelombang yang dipakai untuk mendeteksi sampel harus
mampu diserap oleh sampel tersebut. Gambar17.2 menunjukkan perbandingan pita
absorpsi atom dan pita spektrum sumber cahaya kontinyu yang dihasilkan oleh
monokromator. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar radiasi
tidak dapat diabsorpsi karena panjang gelombangnya tidak berada pada daerah
pita absorpsi atom yang sangat sempit dan dapat dikatakan bahwa sangat banyak
cahaya yang tidak digunakan atau menyimpang.
Jenis-jenis
nyala
Ada 3 jenis nyala
dalam spektrometri serapan atom yaitu:
·
Udara– Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800°C) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800°C) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
·
Udara– Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300°C yang dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300°C yang dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
·
Nitrous oksida – Asetilen
Jenis nyala ini paling panas (3000°C), dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.
Jenis nyala ini paling panas (3000°C), dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.
Proses
Emisi
Proses yang terjadi karena atom menerima energi pengeksitasi dalam bentuk energi panas dinyala, sebagaian dari energi tersebut digunakan untuk mengeksitasi atom. Dalam eksitasi, atom mengalami perpindahan ke tingkat yang lebih tinggi lalu pada saat atom tersebut kembali ke keadaan dasar terjadi pelepasan energi yang berbentuk gelombang elektromagnetik berupa sinar emisi yang akan dipancarkan ke segala arah sehingga intensitas sinar yang sampai ke detektor hanya sebagian kecil saja.
Proses Absorpsi
Proses absorpsi terjadi karena seberkas sinar dengan panjang gelombang tertentu melewati media pengabsorpsi yang terdiri dari atom. Atom yang mengabsorpsi energi cahaya tersebut akan mengubah atom menjadi atom yang tereksitasi, sedangkan energi yang tidak diserap akan ditransmisikan.
Ada tiga cara atomisasi (pembentukan atom) dalam AAS :
Gambar 2. Skema Atomisasi
a.
Sistem
Atomisasi dengan nyala
Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom logam pada suhu ± 1700 ºC atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan akan dilakukan atomisasi dengan cara memasukan cairan tersebut ke dalam nyala campuran gas bakar. Tingginya suhu nyala yang diperlukan untuk atomisasi setiap unsur berbeda.
Beberapa unsur dapat ditentukan dengan nyala dari campuran gas yang berbeda tetapi penggunaan bahan bakar dan oksidan yang berbeda akan memberikan sensitivitas yang berbeda pula. Syarat-syarat gas yang dapat digunakan dalam atomisasi dengan nyala:
•
Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur yang akan
dianalisa
• Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
• Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan
• Gas cukup murni dan bersih (UHP)
• Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
• Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan
• Gas cukup murni dan bersih (UHP)
Campuran gas yang
paling umum digunakan adalah Udara : C2H2 (suhu nyala 1900 – 2000 ºC), N2O :
C2H2 (suhu nyala 2700 – 3000 ºC), Udara : propana (suhu nyala 1700 – 1900 ºC).
Banyaknya atom
dalam nyala tergantung pada suhu nyala. Suhu nyala tergantung perbandingan gas
bahan bakar dan oksidan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan
nyala :
1.
Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan cukup stabil.
Dianjurkan dalam larutan dengan keasaman
yang rendah untuk mencegah korosi.
2. Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai dengan unsur yang dianalisa.
3. Persyaratan bila menggunakan pelarut organik :
• Tidak mudah meledak bila kena panas
• Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL
• Mempunyai titik didih > 100 ºC
• Mempunyai titik nyala yang tinggi
• Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon
2. Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai dengan unsur yang dianalisa.
3. Persyaratan bila menggunakan pelarut organik :
• Tidak mudah meledak bila kena panas
• Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL
• Mempunyai titik didih > 100 ºC
• Mempunyai titik nyala yang tinggi
• Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon
Pemilihan Nyala :
Dalam analisis aas biasanya ada empat jenis nyala yang didasarkan pada sifat-sifat unsur karena dari keempat jenis nyala tersebut sealin berbeda dalam suhu nyala juga berbeda dalam daya perduksi, transmitans, dsb. Keempat nyala terebut yaitu :
a. Nyala Udara-Asetilen
Untuk
analisis aas yang paling sesuai dan paling umum digunakan adalah nyala udara
asitilen. Akan tetapi unsur-unsur yang oksidanya mempunyai energi disosiasi
tinggi tidak mungkin dianalisis dengan nyala ini karena pada suhu rendah akan
menghasilkan sensitivitas yang rendah. Nyala udaraa-asitilen mempunyai
transmitan rendah pada daerah panjang gelombang yang pendek ( ultraviolet).
b. Nyala N2O-Asetilen
Suhu nyala ini
sangat tinggi akrena dinitrogen oksida mempunyai daya pereduksi yang kuat
sehingga N2O asitilen dapat digunakan untuk analisis yang
unsur-unsurnya sulit diuraikan atau sulit dianalisis dengan nyala lain. Jika
unsur-unsur yang seuai dengan nyala udara-sitilen dilakukan analisis dengan
nyala ini maka asensitivitasnya akan menurun, hal ini disebabkan oleh jumlah
atom dalam keadaan terekitasi bertambah sedangkan atom-atom dalam keadaan dasar
menurun dan jumlah atom-atom yang terurai akan terionisasi lebih lanjut oleh
kenaikan suhu.
c. Nyala Udara-Hidrogen
Dibandingkan
dengan nyala udara asitilen nyala ini mempunyai transmitan yang baik pada
daerah panjang gelombang pendek yaitu unuk analisis spektrum pada daerah 230
nm. Nyala udara ini efektif untuk analisis unsur Pb, Cd, Sn, dan Zn selain
sesuai nyala ini mempunyai sensitivitas yang tinggi dengan unsur diatas. Tetapi
nyala ini lebih rendah sedikit daripada nyala udara-asitilen sehingga cendrung
lebih banyak mengakibatkan interfernsi.
d. Nyala Argon-Hidrogen
Nyala ini
mempunyai transmitan yang lebih baik daripada nyala udara-hidrgen pada daerah
panjang gelombang pendek, nyala ini sesuai untuk analisis unsur As (192,7 nm)
dan Se (196 nm). Akan tetapi karena suhu nyala yang sangat rendah memungkinkan
adanya interferensi yang besar.
b.
Sistem
Atomisasi tanpa Nyala (dengan Elektrotermal/tungku)
Sistem
nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan
dari sistem nyala seperti sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap atomisasi dengan metode ini yaitu:
§ Tahap
pengeringan atau penguapan larutan
§ Tahap
pengabutan atau penghilangan senyawa-senyawa organic
§ Tahap
atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan menggunakan
GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan GFAAS
tungsten: Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr. Hal ini
disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
§
Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan
nitrat
§
Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarutsampel, biasanya
setelah sampel ditempatkan dalam tungku.
§
Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interfensi
dapat terjadi pada sampel dan standar.
§
Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil
disosiasi diperlukan energy panas. Temperatur harus benar-benar terkendali
dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan
dan ionisasi ini dapat terjadi apabila temperatur terlampau tinggi. Bahan bakar
dan oksidator dimasukkan dalam kamar pencamput kemudian dilewatkan melalui
baffle menuju ke pembakar. Hanya tetesan kecil dapat melalui baffle. Tetapi
kondisi ini jarang ditemukan, karena terkadang nyala tersedot balik ke dalam
kamar pencampur sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu biasanya lebih disukai
pembakar dengan lubang yang sempit dan aliran gas pembakar serta oksidator
dikendalikan dengan seksama.
§
Dengan gas asetilen dan oksidator udara bertekanan,
temperature maksimum yang dapat tercapai adalah 1200oC. untuk
temperatur tinggi biasanya digunakan N:O: = 2:1 karena banyaknya interfensi dan
efek nyala yang tersedot balik, nyala mulai kurang digunakan, sebagai gantinya
digunakan proses atomisasi tanpa nyala, misalnya suatu perangkat pemanas
listrik. Sampel sebanyak 1-2 ml diletakkan pada batang grafit yang porosnya
horizontal atau pada logam tantalum yang berbentuk pipa. Pada tungku grafit
temperatur dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur dinaikkan
secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasi senyawa yang
dianalisis.
Metode
tanpa nyala lebih disukai dari metode nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi,
metode tanpa nyala haruslah berasal dari sumber yang kontinu. Disamping itu
sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber
sinar dengan garis absorpsi yang semonokromatis mungkin. Seperangkat
sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik
tertentu dikenal sebagai lampu pijar Hollow cathode. Lampu ini memiliki
dua elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang
sama dengan unsur yang dianalisis. Lampuini diisi dengan gas mulia bertekanan
rendah, dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan
atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan
tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu.
c.
Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida
Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan untuk unsur As, Se, Sb yang mudah terurai apabila dipanaskan pada suhu lebih dari 800 ºC sehingga atomisasi dilakukan dengan membentuk senyawa hibrida berbentuk gas atau yang lebih terurai menjadi atom-atomnya melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau NaBH4, contohnya merkuri (Hg).
3. Instrumen dan Alat
Untuk
menganalisis sampel, sampel tersebut harus diatomisasi. Sampel kemudian harus
diterangi oleh cahaya. Cahaya yang ditransmisikan kemudian diukur oleh detector
tertentu.
Sebuah sampel cairan biasanya berubah menjadi gas atom
melalui tiga langkah:
§
Desolvation (pengeringan) – larutan pelarut menguap,
dan sampel kering tetap
§
Penguapan – sampel padat berubah menjadi gas
§
Atomisasi – senyawa berbentuk gas berubah menjadi atom
bebas.
Sumber
radiasi yang dipilih memiliki lebar spectrum sempit dibandingkan dengan
transisi atom.Lampu katoda Hollow adalah sumber radiasi yang paling umum dalam
spekstroskopi serapan atom. Lampu katoda hollow berisi gas argon atau neon,
silinder katoda logam mengandung logam untuk mengeksitasi sampel. Ketika
tegangan yang diberikan pada lampu meningkat, maka ion gas mendapatkan energy
yang cukup untuk mengeluarkan atom logam dari katoda. Atom yang tereksitasi
akan kembali ke keadaan dasar dan mengemisikan cahaya sesuai dengan frekuensi
karakteristik logam.
4. Bagian-Bagian pada AAS
- Lampu Katoda
- Lampu Katoda
Gambar 3. Lampu Hollow Katoda
Lampu
katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau
umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji
berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya
bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua
macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1
unsur
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran
beberapa logam
sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket
pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk
memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket
pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari
ke-empat besi lainnya.
Lampu
katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur
logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak
ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari
dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan
pada lingkungan sekitar.
Cara
pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu
dilepas dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya
di dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah
selesai penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat.
2. Tabung Gas
Tabung
gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas
asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang
berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran
suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer
pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam
tabung.
Pengujian
untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan
mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan.
Bila terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan
ada gas yang keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan
sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung
udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor.
Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak akan
dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar karena
disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat
membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
3. Ducting
Ducting
merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada
AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap
bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan
sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa
di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara
pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara horizontal,
agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau
binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga
atau binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan
ducting tersumbat.
Penggunaan
ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila
lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk
menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui
cerobong asap yang terhubung dengan ducting
4. Kompresor
Kompresor
merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk
mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran
atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang
kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar
kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan
tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya
udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor
digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS.
Alat
ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan,
merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air
yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar
menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini,
sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah dan uap air
akan terserap ke lap.
5. Burner
Gambar 4. Burner
Burner
merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi sebagai
tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan
dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada
pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari
proses pengatomisasian nyala api.
Gambar 5. Nebullizer
Perawatan
burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan
ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan proses
pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator
digunakan untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan
diuji. Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di
bagian kanan burner. Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk
mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa
larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam
nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari
energi rendah ke energi tinggi.
Gambar 6. Spray Chamber
Nilai
eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang
dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur.
Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna
api paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas.
6. Buangan pada AAS
Buangan
pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan
dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar
sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi
dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel,
sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan
(drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator.
Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses
pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala
api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan
tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan
dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
. Monokromator
. Monokromator
Berfungsi
mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak spectrum
yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar
polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
Macam-macam
monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah
UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
8. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan
detector panas. Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah
termasuk thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur
intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik oleh
fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan penguatan dan dicatat oleh
alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka. Ada dua macam deterktor
sebagai berikut:
-
Detector Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan efek fotolistrik,
dalam halini setiap foton akan membebaskan elektron (satu foton satu electron)
dari bahan yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton dapat berupa Si/Ga,
Ga/As, Cs/Na.
-
Detector Infra Merah dan Detector Panas
Detector infra merah yang lazim adalah termokopel.
Efek termolistrik akan timbul jika dua logam yang memiliki temperatur berbeda
disambung jadi satu.
5. Cara kerja spektrofotometer
serapan atom
- Pertama-tama gas di buka terlebih dahulu,
kemudian kompresor, lalu ducting, main unit, dan komputer secara
berurutan.
- Di buka program SAA (Spectrum Analyse
Specialist), kemudian muncul perintah ”apakah ingin mengganti lampu
katoda, jika ingin mengganti klik Yes dan jika tidak No.
- Dipilih yes untuk masuk ke menu individual
command, dimasukkan nomor lampu katoda yang dipasang ke dalam kotak
dialog, kemudian diklik setup, kemudian soket lampu katoda akan berputar
menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau
ditambahkan dengan mudah.
- Dipilih No jika tidak ingin mengganti lampu
katoda yang baru.
- Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element
and working mode.Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik
langsung pada symbol unsur yang diinginkan
- Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul
tampilan condition settings. Diatur parameter yang dianalisis dengan
mensetting fuel flow :1,2 ; measurement; concentration ; number of sample:
2 ; unit concentration : ppm ; number of standard : 3 ; standard list : 1
ppm, 3 ppm, 9 ppm.
- Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai
warming up.
- Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah
pembakar dan lampu menyala alat siap digunakan untuk mengukur logam.
- Pada menu measurements pilih measure sample.
- Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis lurus
terbentuk, kemudian dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data keluar.
- Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur
dengan tahapan yang sama untuk standar 3 ppm dan 9 ppm.
- Jika data kurang baik akan ada perintah untuk
pengukuran ulang, dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang
dihasilkan turun dan lurus.
- Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan
belok baru dilakukan pengukuran.
- Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan
pengukuran sampel ke 2.
- Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh
dengan mengklikicon print atau pada baris menu dengan mengklik file lalu
print.
- Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air
deionisasi untuk membilas burner selama 10 menit, api dan lampu burner
dimatikan, program pada komputer dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian
kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.
6. Metode Analisis
Adatiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara
spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah:
- Metode Standar Tunggal
Metode ini sangat praktis karena hanya menggunakan
satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya
absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur
dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Sehingga,
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar,
konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
2.
Metode kurva kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri
larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan
tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara
konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang melewati
titik nol dengan slobe = atau = a.b. konsentrasi larutan sampel dapat
dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam
kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh
dengan menggunakan program regresi linewar pada kurvakalibrasi.
3.
Metode adisi standar
Metode ini dipakai secara luas
karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi
lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih
sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu
larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum
diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar
tertentu dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer
akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k.Ck
AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx =
konsentrasi zat sampel
Cs =
konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax =
absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT =
absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs
+ {Ax/(AT-Ax)} Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur
Ax dan AT dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar
dapat pula dibuat grafik antara AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari
ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
Salah satu penggunaan dari alat spektrofotometri
serapan atom adalah untuk metode pengambilan sampel dan analisis kandungan
logam Pb di udara. Secara umum pertikulat yang terdapat diudara adalah sebuah
sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel cair dengan tekanan
uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 – 100 μm.
7. Keuntungan dan Kelemahan Metode
AAS
Keuntungan
metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas
deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang
berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung
dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas
kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).
Sedangkan
kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat
menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila
atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada
panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.
8 . Gangguan-gangguan dalam metode AAS
1. Gangguan
kimia
Gangguan
kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion
atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua
analiti dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat
kimia lain yang dapat melepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya
dengan analit. Zat kimia lai yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing
Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
2. Gangguang
Matrik
Gangguan
ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau bila pelarut
yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala
untuk larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis
kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis
kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat
digunakan cara analisis penambahan standar (Standar Adisi).
3. Gangguan
Ionisasi
Gangguan
ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan
electron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini
mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga.
Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur
yang mudah diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang
dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan ini dapat mencapai 100-2000
ppm.
4. Absorpsi
Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan
untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api,
absorpsi molecular, dan penghamburan cahaya.
5. Gangguan
spektra
Gangguan spektra terjadi bila panjang
gelombang (atomic line) dari unsur yang diperiksa berimpit dengan
panjang gelombang dari atom atau molekul lain yang terdapat dalam larutan yang
diperiksa, sehingga pemisahan dengan monokromator sulit dilakukan. Hal ini
diatasi dengan melakukan metode adisi standar. Efek dari emisi nyala pada AAS dapat dicegah dengan memodulasi sumber
cahaya.
6.
Gangguan Fisika
Gangguan fisika adalah
gangguan berupa perbedaan sifat fisika dari larutan sampel dan standar,
contohnya perbedaan kekentalan yang mengakibatkan perbedaan laju nebulisasi. Efek ini dihilangkan dengan memakai pelarut organik, pelarut organik mempercepat penyemprotan (kekentalannya
rendah), mudah menguap, mengurangi penurunan suhu nyala.
9. Analisis Kuantitatif
- Penyiapan sampel
Penyiapan
sampel sebelum pengukuran tergantung dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis
substrat dari sampel dan caraatomisasi.
Pada kebanyakan
sampel hal ini biasanya tidak dilakukan, bila atomisasi dilakukan menggunakan batang
grafik secara elektro termal karena pembawa (matriks) dari sampel dihilangkan melalui
proses pengarangan (ashing) sebelum atomisasi.Pada atomisasi dengan nyala,
kebanyakan sampel cair dapat disemprotkan langsung kedalamnya setelah diencerkan
dengan pelarut yang cocok. Sampel padat biasanya dilarutkan dalam asam adakalanya didahului dengan peleburan alkali.
2. Analisa kuantitatif
Pada analisis
kuantitatif ini kita harus mengetahui beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum
menganalisa.Selain itu kita harus mengetahui kelebihan dan kekurangan pada AAS.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menganalisa:
Ø Larutan sampel
diusahakan seencer mungkin (konsentrasi ppm atau ppb).
Ø Kadar unsur
yang dianalisis tidak lebih dari 5% dalam pelarut yang sesuai.
Ø Hindari pemakaian
pelarut aromatic atau halogenida. Pelarut organic yang umum digunakan adalah keton,
ester dan etilasetat.
Ø Pelarut yang
digunakan adalah pelarut untuk analisis (p.a)
Langkah analisis kuantitatif:
Ø Pembuatan Larutan Stok dan LarutanStandar
Ø Pembuatan Kurva Baku
Ø Persamaan gari slurus : Y = a + bx dimana:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi
Y = absorbansi
Penentuan
kadar sampel dapat dilakukan dengan memplotkan data absorbansi terhadap konsentrasi
atau dengan cara mensubstitusikan absorbansi ke dalam persamaan garis lurus.
10. Aplikasi Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometer serapan atom telah
digunakan sebanyak lebih kurang 70 unsur. Penggunannya meliputi sampel biologi
dan klinik, forensic materials, makanan dan minuman, air termasuk air buangan,
tanah, tanaman, pupuk, besi, baja, logam campur, mineral, hasil minyak bumi,
farmasi, dan kosmetik.